Cerita lucah melayu syahwat
Hanim gadis muda jelita, usianya baru sembilan belas tahun, hidup
bersama ibu dan ayah tirinya. Ayah kandungnya telah meninggal dunia
lapan tahun yang lalu. Rupanya ayah tirinya yang baru berusia tiga puluh
enam tahun itu, telah lama menaruh rasa untuk merasmikan dara Hanim
yang masih segar itu. Ayah tiri Hanim meneguk air liur setiap
menyaksikan pinggang, bontot dan pantat Hanim yang indah dan seksi,
apalagi bila Hanim sedang baring di atas lantai dengan pakaian seadanya.
Daud memandang dengan ghairah. Timbullah hasratnya untuk menyaksikan
tubuh anak tirinya yang cantik tanpa pakaian.
Daud mendapat akal,
suatu hari ketika Hanim dan ibunya sedang keluar rumah, Daud bekerja
keras membuat lubang di dinding bilik mandi yang hanya dibuat dari
papan.Suatu hari ketika Hanim hendak pergi mandi Daud bersiap menunggu
sambil mengintip dari lubang bilik mandi yang telah dibuatnya, Hanim
memasuki kamar mandi dengan hanya mengenakan kain tuala di tubuhnya,
setelah mengunci pintu kamar mandi dengan tanpa ragu Hanim melepaskan
tualanya, Daud menelan liurnya menyaksikan pemandangan indah yang
terpampang di depan matanya, pemandangan indah yang berasal dari tubuh
indah anak tirinya, tubuh yang begitu sekal padat dan ramping itu
membuat gairah Daud bergejolak, apalagi sepasang payudara yang begitu
tegang dengan sepasang puting susu berwarna merah jambu menghias indah
di puncak payudara yang tegang itu, mata Daud memandang ke arah celah
kangkang Hanim kelihatan bulu-bulu halus indah menghias di sekitar
belahan pantat Hanim yang tembam.
Semua itu membuat dada Daud
bergetar menahan nafsu, membuatnya semakin bernafsu ingin menikmati
keindahan yang sedang terpampang di depan matanya. Daud tahu Hanim
sering keluar dari biliknya pada malam hari untuk mencuci muka sebelum
tidur. Pada malam berikutnya, Daud dengan sabar menunggu. Semasa Hanim
masuk ke bilik mandi, Daud dengan senyap masuk ke bilik Hanim. Daud
menunggu dengan jantung berdebar keras, Hanim masuk kembali ke dalam
biliknya dan mengunci pintu Daud muncul dari belakang almari, Hanim
terkejut, mulutnya ternganga, dengan pantas Daud meletakkan jari
telunjuk ke mulutnya, isyarat agar Hanim jangan berteriak, Hanim undur
beberapa langkah dengan perasaan takut. Daud bergerak ke arahnya dan
tiba-tiba Hanim ingin menjerit, tetapi Daud dengan cepat menutup
mulutnya. "Jangan menjerit!", Daud mengancam. Hanim semakin ketakutan,
badannya gemetar. Daud memeluk gadis yang masih murni itu, menciumi
bibirnya bertubi-tubi. Hanim terengah-engah. "Jangan takut, nanti
kuberikan duit", kata Daud dengan nafas menggebu-gebu.
Bibir
Hanim terus diciumi, gadis itu memejamkan matanya, merasakan nikmat,
dengan mulut terbuka. Tanpa sadar, rontaan Hanim mulai lemah, bahkan
kedua lengannya memanggut bahu Daud. Sekilas terbayang adegan di buku
lucah yang pernah dilihatnya.Alangkah gembiranya Daud ketika Hanim mulai
membalas ciuman-ciumanya . "Pak, Pak jangan...!", Walaupun mulutnya
berkata jangan, tetapi Hanim tidak menentang apabila gaunnya di lepas.
Dalam sekelip mata, Hanim hanya mengenakan coli dan seluar dalam saja,
itupun tidak bertahan lama. Daud membuka bajunya sendiri. Hanim
melarikan diri ke tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut,
Hanim menghadap dinding, menunggu dengan dada bergetar, di hatinya
terjadi pertentangan antara nafsu dan keinginan untuk mempertahankan
kehormatannya, namun nafsulah yang menang. Selimut yang menutupi tubuh
ditarik, Hanim dipeluk dari belakang dan dirasakannya hangatnya batang
pelir Daud menunjal dan menggesek-gesek di belahan bontotnya, Hanim
menggigil.Dengan bernafsu Daud menciumi tengkuk Hanim, gadis itu
menggelinjang-gelinjang, rasa nikmat menyelusup ke dalam diriya.
Daud
membalikkan tubuh Hanim hingga telentang, gadis itu meronta hendak
melepaskan diri, Daud menindihnya, tangannya meraba-raba benjolan buah
dada Hanim. Dada yang mengkal dan montok, yang selama beberapa hari ini
mengisi khayalan Daud. Kembali rontaan-rontaan Hanim melemah,
dirasakannya kenikmatan pada buah dadanya, yang diciumi Daud dengan
berganti-ganti. Dada yang kenyal dan masih segar itu bergetar-getar,
Daud membuka mulutnya dan menghisap putingnya yang merah jambu. Hanim
menjerit lemah dan terus tenggelam dalam erangan kenikmatan. "Pak, mm..,
mm.., ja..ngan ssshh mmphh..., sshh..".Akhirnya Hanim tidak lagi
memberontak, dibiarkannya payudara kiri dan kanannya dijilati dan
dihisap oleh Daud. Aroma harum yang terpancar dari tubuh gadis itu
benar-benar menyegarkan, membuat rangsangan berahi Daud semakin naik.
Kedua bukit indah Hanim semakin mengeras dan membesar, puting yang belum
pernah dihisap oleh sesiapa itu kian indah menawan, Daud terus mengulum
dan mengulumnya terus."Pak, Saya.., takuut", Suara Hanim mendesah
lembut."Jangan takut, tidak apa-apa..", dengan napas memburu."Ibu, pak.
Nanti ibu bangun.., sshh.., aah.."."aakh.., ibumu tidak akan bangun
sampai besok pagi, dia sudah aku beri ubat tidur".
Hanim mulai
mendesah lebih bergairah ketika tangan Daud mulai bermain di bukit
pantatnya yang membengkak. Daud menekan-nekan bukit indah itu. "Pantat
Hanim tembam sungguh", bisik Daud sambil berkali-kali meneguk air
liurnya, tangan Daud menguak belahan pantat. Hanim yang pada mulanya
mengatupkan pahanya rapat-rapat kini mulai mengendurkannya.
Sentuhan-sentuhan tangan Daud yang romantis mendatangkan rasa nikmat
bukan kepalang apalagi batang pelir lelaki yang tegak itu,
menggesek-gesek hangat di paha Hanim dan berdenyut-denyut. Sebenarnya
Hanim ingin sekali menggenggam batang pelir yang besarnya luar tembam
itu.Sementara itu Daud menggosok-gosokkan tangannya ke pantat yang
ditumbuhi rambut halus yang baru merintis indah menghiasi bukit itu.
"Sssssh..., mmh..., sssh..., aakh..", Mata Hanim mengeliat-ngeliat dan
pahanya pun dibuka. Daud menggesek-gesekkan kepala pelirnya di bibir
pantat Hanim yang masih rapat walau sudah dikangkangkan. Secara naluriah
Hanim menggenggam batang pelir Daud, ia merasa malu, keduanya saling
berpandangan, Hanim malu sekali dan akan menarik kembali tangannya
tetapi dicegah oleh Daud, sambil tersenyum, Ayah tiri yang telah dirasuk
nafsu itu berkata, "Tidak apa-apa, Hanim! Genggamlah sayang, berbuatlah
sesuka hatimu!".
Dan dengan dada berdegup Hanim tetap
menggenggam batang pelir yang keras itu. Daud memejam mata menikmati
belaian dan ramasan lembut pada batang pelirnya. Sementara itu tangan
Daud mulai menjelajahi bahagian dalam pantat Hanim, gadis itu menjerit
kecil berkali-kali. Bahagian dalam pantatnya telah basah dan licin,
hujung jari Daud menyentuh-nyentuh kelentit Hanim. Hanim
menggelinjang-gelinjang."Bagaimana Hanim?", tanya Daud."Sedap...,
Paak!", Jawab Hanim.Daud semangkin rakus menggentel biji kelentit Hanim
dengan jari tangannya. Lalu Daud menundukkan kepalanya ke arah celah
kangkang Hanim. Dipandanginya belahan pantat yang begitu indahnya,
menampakkan bahagian dalamnya yang kemerahan dan licin. Daud menguakkan
bibir-bibir pantat itu, maka kelihatanlah kelentitnya dari balik bibir
pantat Hanim, Daud tidak dapat menahan dirinya lagi, diciumnya kelentit
Hanim dengan penuh nafsu. Hanim menjerit kecil."Kenapa Hanim? Sakit?",
tanya Daud. Mariana menggelengkan kepalanya sambil mengangkat kakinya.
Dengan
bernafsu Daud menjilati pantat Hanim dan lidahnya menerobos menjilat
lubang pantat Hanim, menggentel dan membelai kelentitnya. Hanim semakin
tidak tahan menerima gempuran lidah Daud, tiba-tiba dirasakannya dinding
pantatnya berdenyut-denyut serta seluruh tubuhnya terasa menegang dan
bersamaan dengan itu ia merasakan sesuatu seperti akan menyembur dari
bahagian pantatnya yang paling dalam."aakh..., uuggh..., Paakk..", Hanim
mendesah seiring menyemburnya air mani dari dasar lubuk pantatnya.
Sementara Daud tetap menjilati pantat Hanim bahkan Daud menghisap cairan
yang licin dan kental yang menyembur dari pantat Hanim yang masih suci
itu, dan menelannya."Sungguh nikmat air manimu Hanim", bisik Daud mesra
di telinga Hanim. Sementara Hanim memandang dengan nafsu ke arah Daud,
dan Daud mengerti apa yang diingini gadis itu, kerana diapun sudah tidak
tahan seperti Hanim. Batang pelir Daud sudah keras menegang. Besar dan
sangat panjang. Sedangkan pantat Hanim sudah berdenyut-denyut meminta
pelir Daud yang besar menjelajahinya.
Maka Daud pun mengatur
posisinya di atas tubuh Hanim. Mata Hanim terpejam, menantikan saat-saat
mendebarkan itu. Batang pelir Daud mulai menggesek dari sudut ke sudut,
menyentuh kelentit Hanim. Hanim memeluk dan membalas mencium bibir ayah
tirinya bertubi-tubi. Dan akhirnya topi baja Daud mulai mencapai mulut
lubang pantat Hanim yang masih liat dan sempit. Dan Daudpun menekan
pantatnya. Hanim menjerit. Bagaikan kesetanan ia memeluk dengan kuat.
Tubuhnya menggigil."Paak, oukh.., akh..., aakh..., ooough..., sakit
Pak..", Hanim merintih-rintih, pecahlah sudah selaput daranya. Sedangkan
Daud tidak menghiraukanya ia terus saja menyodokkan seluruh batang
pelirnya dengan perlahan dan menariknya dengan perlahan pula, ini
dilakukannya berulang kali. Sementara Hanim mulai merasakan kenikmatan
yang tiada duanya yang pernah dirasakannya."Goyangkan bontotmu ke kanan
dan ke kiri sayang!", bisik Daud sambil tetap menurun-naikkan
pantatnya."Eeegh..., yaa..., aakkhh..., oough..", jawab Hanim dengan
mendesah. Kini Hanim menggoyangkan bontotnya menuruti perintah ayahnya.
Dirasakannya
kenikmatan yang luar biasa pada dinding-dinding pantatnya ketika batang
pelir Daud mengaduk-aduk lubang pantatnya."Teee..., russ..., Paak...,
eeggh..., nikmat..., ooough..!", erang Hanim. Daud semakin gencar
menyodok-nyodok pantat Hanim, semakin cepat pula goyangan bontot Hanim
mengimbanginya hingga, "Ouuuughh..., sa.., saya..., nakkk..., keluar..,
Paak.."."Tahan..., sebentar..., sayang..., ooouggh..".Daud mulai
mengejang, diapun hampir mencapai klimaksmya. "aaGhh...", jerit Hanim
sambil menekan pantat Daud dengan kedua kakinya ketika ia mencapai
puncak kenikmatannya. Bersamaan dengan tekanan kaki Hanim Daud
menyodokkan pelirnya sedalam-dalamnya sambil menggeram kenikmatan,
"Eeegghh..., Ooouugh..". "Creeeet..., creeet..., creeeeeeeet..".
Mengalirlah air mani Daud membasahi lubang pantat Hanim yang sudah
dibanjiri oleh air mani Hanim. Merekapun mencapai puncak kenikmatannya.
Keduanya terkulai lemas tak berdaya dalam kenikmatan yang luar biasa
dengan posisi tubuh Daud masih menindih Hanim dan batang pelirnya masih
menancap dalam lubang pantat Hanim.
Enam bulan kemudian, Hanim
dan Liza meninggalkan kota kecilnya. Mereka ikut Jalil ke Kuala Lumpur.
Jalil belum lama mereka kenal, tetapi mereka tidak peduli, mereka
menginginkan hidup lebih baik ketimbang di kota kecilnya sendiri. Mereka
tahu nasib apa yang bakal mereka terima di Kuala Lumpur nanti,
diserahkan pada seorang germo yang namanya Tante Yeyet. Mereka pergi
ikut Jalil tanpa sepengetahuan orang tua mereka masing-masing. Jalil
menunggu mereka di stasion kereta api. Dari sanalah baru mereka
bersama-sama menuju Kuala Lumpur. Liza berani ikut dengan Jalil ke Kuala
Lumpur karena dia juga sudah tidak perawan lagi. Bukit pantatnya sudah
ditoblos oleh Pandy. Pandy adalah pemuda yang sangat berpengalaman
dengan wanita. Pandy pandai merayu.
Dan Hanim pun tergelincir
dalam rayuannya dan berhasil digagahi Pandy, ia merupakan orang kedua
yang pernah merasakan nikmatnya pantat Hanim selain ayah tiri
Hanim.Sementara kereta berjalan dengan pesatnya. Dalam perjalanan mereka
di malam hari yang selama delapan jam dalam kereta api, Jalil tidak
dapat menahan hawa nafsunya berjalan dengan dua orang gadis cantik yang
menggoda. Dengan sedikit memaksa Jalil mencoba untuk menggauli mereka.
Pada waktu itu keadaan kereta yang mereka tumpangi tidak terlalu banyak
penumpangnya sehingga banyaklah kursi yang kosong. Kebetulan deretan
bangku di depan mereka kosong. Waktu itu lampu penerang gerbong sudah
dipadamkan tinggal lampu remang-remang saja yang masih menyala menerangi
keadaan gerbong yang mereka tumpangi."Kalian tentunya sudah
berpengalaman dengan laki-laki?", tanya Jalil memulai pembicaraan."Belum
Bang", jawab Liza dengan malu-malu."Sudah berapa kali kamu
merasakannya, Liza?", tanyanya sambil memegang paha Liza yang hanya
mengenakan rok mini dari bahan yang tipis.
"Merasakan apa, Bang?",
tanya Liza berpura-pura tak mengerti."Merasakan hangatnya batang peler
pemuda memasuki lubang pantatmu", jawab Jalil dengan terus terang."Saya,
saya baru merasakannya sekali Bang", jawab Liza sambil menunduk."Tidak
usah malu, apakah kamu menikmatinya?", Jalil mulai menebar jaringnya.
Liza hanya mengangguk tanpa berkata apapun."Sedangkan kamu sudah
berapakali kecoblos Hanim?", mengalihkan pertanyaanya pada Hanim."Dua
kali, Bang", jawabnya singkat."Syukurlah, jadi kalian sudah punya
pengalaman". Dia berhenti untuk menghisap rokoknya lalu mematikan rokok
itu."Tapi aku perlu untuk mengetahui sampai di mana kemampuan kalian",
sambungnya sambil menghadap ke arah Liza."Bagaimana caranya
Bang?"."Dengan mencobanya langsung", jawabnya tegas."Mencoba langsung,
di mana Bang?".
"Di sini saja, toh semua penumpang sudah
tidur"."Tetapi.."."Tenang saja biar Bang yang mengaturnya", potong Jalil
sambil merangkul tubuh Liza yang ada di sebelah kanannya, lalu ia mulai
menciumi bibir Liza. Liza terpaksa melayaninya demi lancarnya
perjalanan mereka ke Kuala Lumpur. Setelah beberapa saat lidah mereka
saling berpilin, tangan Jalil mulai beraksi menyelinap, meremas payudara
Liza melalui bagian bawah kaos ketat yang dikenakan Liza. Liza
menggelinjang menikmati sentuhan tangan Jalil yang sangat lincah meremas
payudaranya, apalagi bibir Jalil yang menggerayangi lehernya.Semakin
ganas Jalil menikmati bukit indah milik Liza yang putih mulus itu
setelah mengangkat kaos, dan melepas beha Liza. Sedangkan Hanim hanya
menatap mereka dengan kosong. Tiba-tiba tangan Jalil yang satu meraih
tangan Hanim. Tanpa perlawanan tangan itu ditaruh di atas batang
pelirnya yang masih dalam celana. Hanim mengerti maksud Jalil, dengan
segan-segan dibukanya ikat pinggang Jalil lalu diturunkan
ritsluitingnya, dikeluarkannya pelir yang sudah digenggamnya dari celana
dalamnya. "mmhh...", desah Jalil menikmati remasan tangan halus Hanim
pada batang pelirnya.
Sementara tangan kanan yang bebas
menjelajah ke dalam rok mini Liza, jari tangan kanannya dengan lincahnya
mencoba melepaskan celana dalam yang dikenakan Liza.Liza mengangkat
pantatnya untuk memudahkan Jalil melepaskan penutup belahan pantatnya,
Liza mengangkat satu kakinya untuk melepaskan celana dalamnya yang
melorot sampai di mata kaki, bersamaan dengan itu itu jari-jari Jalil
menerobos bibir pantatnya, lalu mempermainkan kelentit yang ada di
dalamnya. Liza gelagapan menahan nikmat yang dirasakannya pada
kelentitnya yang dipilin jari-jari Jalil, serta gigitan-gigitan lembut
pada puting susu kanannya serta belaian-belaian yang diselingi remasan
nikmat pada buah dadanya yang kiri. Sementara Hanim tidak lagi meremas
batang pelir Jalil, tetapi dia menggocok batang pelir itu dengan lembut.
Pergumulan segitiga itu berjalan cukup lama hingga Jalil tak dapat lagi
menahan nafsunya. "Pindahlah kamu ke bangku itu!" perintahnya pada Liza
sambil menunjuk tempat duduk di seberang tempat duduk mereka.Liza
mengikuti perintah Jalil, dia duduk menyadar di tempat yang ditunjuk
Jalil.
Lalu Jalil berdiri menghadap Liza dengan batang pelirnya
yang panjang besar dan hitam menunjuk ke arah Liza, ditariknya kaki Liza
hingga posisi gadis itu setengah rebah menyandar, lalu dikangkangkannya
paha Liza hingga tampak olehnya belahan indah yang dihiasi bulu-bulu
lebat dengan bagian dalam yang merah merona, lalu diarahkannya kepala
pelirnya yang merah mengkilap memasuki lubang pantat Liza. "Ssssshh...,
aahh..", desah gadis itu ketika dengan agak susah kepala pelir itu
memasuki lubang pantatnya. Jalil sendiri merasakan nikmat luar biasa
ketika kepala pelirnya terjepit oleh bibir-bibir pantat Liza yang
sempit, hingga ia tak melanjutkan gerakan mendorongnya untuk menikmati
pijitan bibir pantat itu di kepala pelirnya. Sedangkan Hanim hanya
menyaksikan adegan itu dengan dada bergetar menghayalkan hal itu terjadi
pada dirinya.Setelah terhenti beberapa kejap, dengan pasti Jalil
melanjutkan dorongan pantatnya hingga, "Blueess...". Seluruh batang
pelirnya amblas memasuki pantat Liza.
Sedangkan Liza mengerang
tertahan merasakan betapa batang pelir Jalil yang besar menyumpal di
dalam lorong pantatnya, membuat nafasnya terburu nafsu. Kenikmatan itu
bertambah ketika Jalil menarik keluar batang pelirnya hingga menimbulkan
gesekan yang mengguncang seluruh tubuh Liza. Jalil memepercepat gerakan
pantatnya mengeluar-masukkan pelirnya hingga tubuh Liza
terhentak-hentak kenikmatan, merasakan betapa dahsyatnya pelir Jalil
yang besar itu mengobrak-abrik lubang pantatnya hingga membuatnya
melenguh-lenguh nikmat."Ouuugh..., eeeghh..., te..ruuus.., oobang...,
jaa..ngan..., berhenti.", desah Liza tertahan menikmati tarian pelir
Jalil dalam lubang pantatnya yang semakin basah dan licin hingga
mengelurkan suara decak pelan.
Semakin lama gerakan Jalil semakin
gencar, dan remasannya pada payudara Liza semakin gemas, ditambah dengan
gerakan bontot Liza yang membuat batang pelir Jalil seret keluar masuk,
membuat keduanya tak dapat bertahan lebih lama lagi, hingga.., "Aah...,
ahh..., essst..., esssst..", desah Jalil sambil menggerakkan pantatnya
dengan cepat."Ouuugh..., eessstt..., eeengh..., aakh..., aakuu.., ti..,
tidak.., taahaan.., laagi..., bang..", erang Liza hampir mencapai puncak
orgasmenya. "Tung..guu.., sayang..., aakku..., juuggaa..., mmau..,
ngecret..!", ucap Jalil terputus-putus sambil menancapkan batang
pelirnya sedalam-dalamnya ke dalam pantat Liza. "aakuuu...,
kee..keeluar.., Oobang.."."Akuuu..., juuggaa..., aaghh..", dan,
"Creeet.., creeet.., crettt.", tersemburlah cairan nikmat dari batang
pelir Jalil ke dalam pantat Liza.Keduanya saling berangkulan mencapai
puncak kenikmatan bersama-sama, cairan kental membanjiri pantat Liza dan
membasahi pelir Jalil. Sementara ketika Jalil dan Liza bertarung, Hanim
begitu terangsang melihat permainan mereka hingga tanpa sadar tangannya
meremas buah dadanya dan mengelus-elus bibir pantatnya dan
mendesah-desah seorang diri, karena dibakar hawa nafsunya sendiri.
Jalil
dan Liza sama-sama terkulai setelah keduanya mencapai puncak
kenikmatan, sedangkan Hanim merasakan denyutan-denyutan dalam liang
pantatnya merindukan sentuhan pelir lelaki di dinding-dindingnya,
semakin ia menahan gejolak nafsu itu semakin menggejolak nafsu itu dalam
dadanya, akhirnya ia tak kuasa menahan diri, Hanim bangkit dari
duduknya lalu berlutut di hadapan selangkangan Jalil yang bersandar
memejamkan mata di bangku sebelahnya, ditatapnya pelir Jalil yang
menggantung lunglai, dibelainya pelir yang besar itu, walaupun belum
tegak berdiri. Semakin lama belaiannya semakin menggebu lalu diremasnya
pelir yang mulai bangun perlahan-lahan karena remasan-remasan jemari
lentik Hanim.Jalil membuka matanya karena merasakan kegelian yang nikmat
pada batang pelirnya, dibiarkannya beberapa saat Hanim yang belum tahu
bahwa Jalil sudah terjaga, membelai dan meremas batang pelirnya, Jalil
berkata perlahan."Kau menginginkannya?"."I.., iya Bang aa.., aku
menginginkan burungmu", jawab Hanim dikuasai oleh nafsunya.
Lalu
Jalil memegang bahu Hanim lalu mengangkatnya berdiri, ia menatap gadis
di hadapannya, ia tahu bahwa Hanim telah dikuasai oleh nafsunya,
mulailah Jalil membelai tubuh Hanim yang mengenakan gaun terusan tanpa
lengan yang begitu minim. Tangannya meraba mulai dari bagian paha yang
tak tertutup oleh terusan yang pendek itu, terus merambat menuju pada
sepasang paha yang mulus itu sambil terus berdiri hingga pakaian Hanim
tertarik mengikuti gerakan berdiri Jalil, hingga Jalil berhasil
melepaskan pakaian itu dari tubuh yang kini hanya mengenakan beha dan
celana dalam. Kembali Jalil membelai tubuh itu dari atas ke bawah sambil
bergerak duduk.Setelah posisinya duduk berhadapan dengan selangkangan
Hanim yang hanya mengenakan celana dalam, tangannya bergerak melepas
celana dalam itu hingga terpampanglah gumpalan bulu-bulu halus terhampar
menghiasi sekitar bibir pantat yang begitu ranum dan menebarkan aroma
yang menggairahkan hingga membuat darah Jalil menggelegar dan nafsunya
mulai menanjak.
Dengan kedua tangannya Jalil merengkuh bungkahan
pantat Hanim yang padat ke arah wajahnya, lalu dengan rakusnya Jalil
melumat bibir pantat Hanim dengan penuh nafsu. Hanim mendesah kenikmatan
sambil membelai rambut Jalil yang tengah melumat pantatnya."Ooouugh...,
Oobangm..., lakukanlah.., Obang.., aa.., aku..., dah ti..daak..,
taahhan..., lagi..!".Jalil hanya tersenyum dan menjawab dengan perlahan,
"Baiklah. Sekarang naiklah ke pangkuanku", suruh Jalil pada Hanim.
Hanim mengikuti perintah Jalil, dengan cepat ia duduk di pangkuan Jalil.
Pelir Jalil yang tegak menghadap ke atas meleset miring diduduki oleh
Hanim. Jalil berkata, "Bukan begitu caranya, sekarang berdirilah dengan
lutut di atas bangku mengangkangi burungku!", ajar Jalil pada Hanim.
Kini Hanim mengangkangi Jalil yang duduk bersandar dengan pelir tegak ke
atas mengarah tepat pada bibir pantat Hanim. Kembali Jalil memberikan
instruksi kepada Hanim, "Kini genggamlah burungku!". Hanim menggenggam
pelir Jalil. "Arahkan ke lubang memekmu!", Kembali Hanim menuruti
perintah Jalil tanpa berkata apapun.
"Turunkan pantatmu lalu
masukkan burungku dalam lubang memekmu perlahan-lahan!".Hanim
mengerjakan semua perintah Jalil hingga..., "Sleeep....", Kepala pelir
Jalil yang besar itu menyelinap di antara dua bibir pantat Hanim yang
langsung menjepit kepala pelir itu dengan ketat. Hanim mendesah
kenikmatan, "Oough...". Dipegangnya bahu Jalil yang sedang merem-melek
menikmati jepitan sepasang bibir pantat Hanim yang kenyal dan sempit.
Dengan suara terputus-putus kenikmatan Jalil berkata, "Yaakh..., begitu,
sekarang turunkan pantatmu agar burungku dapat masuk lebih dalam!",
Hanim menghempaskan tubuhnya ke bawah, dirasakannya betapa pelir Jalil
yang besar dan panjang itu menerobos ke dalam liang pantatnya yang
terdalam, yang belum pernah tersentuh oleh benda apapun karena pelir
Jalil adalah pelir paling besar dan panjang yang pernah menerobos lubang
pantatnya, dan itu memberikan kenikmatan yang belum pernah dirasakan
Hanim sebelumnya. Jalil sendiri mengejang menikmati gesekan seret dari
dinding pantat Hanim yang seakan mengurut pelirnya dengan kenikmatan
yang luar biasa.
Dirangkulnya tubuh Hanim untuk melampiaskan
getaran kenikmatan yang dirasakannya. Sejenak keduanya terdiam tidak
melakukan gerakan apapun karena tenggelam dalam kenikmatan yang tiada
taranya. Hanya getaran-getaran kereta api yang bergelombang membuat
mereka melayang dalam arus kenikmatan bercinta.Akhirnya kesunyian itu
dipecahkan oleh suara Jalil yang lebih mirip desahan."Sekarang
bergeraklah hurun naik agar lebih nikmat sayang!". "Eest.., baikh..,
Bang..", jawab Hanim sambil mulai mengangkat tubuhnya, terasa olehnya
betap hangatnya gesekan kulit pelir Jalil di dalam liang pantatnya, lalu
dihempaskan lagi tubuhnya ke bawah membenamkan pelir Jalil kembali
dalam pelukan dinding pantatnya yang berdenyut kenikmatan. Hal itu
dilakukan Hanim berulang kali seiring dengan getaran kereta yang
menambah nikmatnya persetubuhan mereka, kian lama gerakan Hanim semakin
gencar menurun-naikan pantatnya. Sedang Jalil tidak hanya diam saja, ia
mengiringi gerakan pantat Hanim dengan menaikkan pantatnya bila Hanim
menghentakkan pantatnya membenamkan pelir Jalil.
Hanim
mendesah-desah menikmati permainanan yang hebat itu."Eeeghh...,
niikhmat..., sekhali..., Bang..""Yaakh..., memang.., nikhmat memekmu ini
Hanim..., oouggh.."."Oobangm..., hisaplah susuku ini agar lebikh
nikhmat Bang.." pinta Hanim, sambil menarik kepala Jalil ke arah dadanya
yang dibusungkan menantang itu. Segera saja Jalil melepaskan
satu-satunya pakaian yang masih melekat di tubuh Hanim, menggelembunglah
payudara yang kenyal menegang setelah Jalil menarik lepas penutup benda
indah itu. Mulailah Jalil menjilati puting susu Hanim yang merah
menantang itu, tidak hanya sampai di situ saja, Jalil menghisap rakus
buah dada yang benar-benar ranum itu kiri dan kanan sedangkan kedua
tangannya meremas buah pantat Hanim yang padat berisi dan membantunya
turun naik menenggelamkan pelirnya.
Semakin lama gerakan keduanya
samakin menggila desahan-desahan tak henti-hentinya keluar dari
sepasang insan itu."Oooooogh..., oough..., akhh..., ahh...", desahan
Hanim menikmati tarian pelir Jalil yang perkasa di dalam lubang
pantatnya yang semakin licin dan basah. Cukup lama mereka berpacu dalam
mengejar kenikmatan sehingga, "Eeeeest..., Ooough..., lebihh..., ceepat
lagi..., Sayaang.., aku maau keeeluaar..!"."Yaakhh..., aku..., juga..,.
sudahh..., tidak.., taahaan.., laagi..., Oooobangm".Hentakan pantat
mereka semakin cepat terbawa nafsu yang seakan meledakkan dada mereka
hingga, "Ooough..., Akuu..., keluaar..., sayang..""Akhuu..,
aakhh..."."Creeet.., creet.., creettt..", Keduanya saling berangkulan
dengan erat menikmati puncak permainan mereka yang sungguh hebat. Hanim
berdiri mengeluarkan pelir yang besar itu dari lubang pantatnya lalu
berpakaian dan kembali lunglai di bangkunya menyusul Liza yang sudah
terlelap. Sedang Jalil menatap kedua gadis bergantian lalu dia
berpakaian dan kembali memejamkan matanya. Semuanya sunyi dan tenang.
Tak ada lagi erangan-erangan atau desahan. mereka tertidur dengan penuh
kepuasan.
© 2014 - 2020 Cerita Syahwat
Cerita lucah melayu